Kamis, 22 Maret 2012

Urutan proses pengecoran logam

PASIR
Ada dua cara pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Pembagian dilakukan berdasarkan jenis pola yang digunakan:
1)      Pola yang dapat digunakan berulang-ulang dan
2)      Pola sekali pakai
Urutan pembahasan proses pengecoran adalah sebagai berikut:
  1. Prosedur pembuatan cetakan
  2. Pembuatan pola
  3. Pasir
  4. Inti
  5. Peralatan (mekanik)
  6. Logam
  7. Penuangan dan pembersihan benda cor.
PROSEDUR PEMBUATAN CETAKAN
Cetakan diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan:
  1. Cetakan pasir basah (green-sand molds)
  2. Cetakan kulit kering (Skin dried mold)
  3. Cetakan pasir kering (Dry-sand molds)
Cetakan dibuat dari pasir yang kasar dengan bahan pengikat
  1. Cetakan lempung (Loan molds)
  2. Cetakan furan (Furan molds)
  3. Cetakan CO2
  4. Cetakan logam     Cetakan logam terutama digunakan pada proses cetak-tekan (die casting) logam dengan suhu cair rendah.
  5. Cetakan khusus    Cetakan khusus dapat dibuat dari plastic, kertas, kayu semen, plaster, atau karet.
Proses pembuatan cetakan yang dilakukan di pabrik-pabrik pengecoran dapat di kelompokkan sebagai berikut:
  1. Pembuatan cetakan di meja (Bench molding)
Dilakukan untuk benda cor yang kecil.
  1. Pembuatan cetakan di lantai (Floor molding)
Dilakukan untuk benda cor berukuran sedang atau besar
  1. Pembuatan cetakan sumuran (pit molding)
  2. Pembuatan cetakan dengan mesin (machine molding)
Pembuatan Cetakan
Sebagai contoh akan diuraikan pembuatan roda gigi seperti pada Gambar 5.2 di bawah ini. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flak) yang terdiri dari dua bagian, bagian atas disebut kup dan bagian bawah disebut drag. Pak kotak cetak yang terdiri dari tiga bagian, bagian tengahnya disebut cheek. Kedua bagian kotak cetakan disatukan pada tempat tertentu dengan lubang dan pin.

Cetakan Pola Sekali Pakai
Keuntungan dari proses cetak sekali pakai ini meliputi :
  1. Sangat tepat untuk mengecor benda-benda dalam jumlah kecil
  2. Tidak memerlukan pemesinan lagi
  3. Menghemat bahan coran
  4. Permukaan mulus
  5. Tidak diperlukan pembuatan pola belahan kayu yang rumit
  6. Tidak diperlukan inti atau kotak inti
  7. Pengecoran jauh lebih sederhana
Kerugiannya adalah :
  1. Pola rusak sewaktu dilakukan pengecoran
  2. Pola lebih mudah rusak, oleh karena itu memerlukan penangangan yang lebih sederhana.
  3. Pada pembuatan pola tidak dapat digunakan mesin mekanik
    1. Tidak ada kemungkinan untuk memeriksa keadaan rongga cetakan. Dikutip dari:http://ftkceria.wordpress.com

teknik cetakan pasir pengecoran logam



Terminologi Pengecoran dengan Cetakan Pasir
Secara umum cetakan harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut :
1. Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang dituangkan kedalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.
2. Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan*digunakan. Bahan inti harus tahan menahan temperatur cair logam paling kurang bahannya dari pasir.
3. Gating sistem (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk kerongga cetakan dari saluran turun. Gating sistem suatu cetakan dapat lebih dari satu, tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan diisi oleh logam cair.
4. Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan yang diinginkan.
Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi utamanya adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari ladle ke sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada sprue dan terbawanya kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku kerongga cetakan.
5. Raiser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi.

C. Pengecoran Cetakan Pasir
Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak, membuat sistem saluran, mengisi rongga cetak dengan logam cair, membiarkan logam cair membeku, membongkar cetakan yang berisi produk cord an membersihkan produk cor. Hingga sekarang, proses pengecoran dengan cetakan pasir masih menjadi andalan industri pengecoran terutam industri-industri kecil. Tahapan yang lebih umum tentang pengecoran cetakan pasir diperlihatkan dalam gambar dibawah ini.
1. Pasir
Kebanyakan pasir yang digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika (SiO2). Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu lama. Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan ketahanannya terhadap temperature tinggi. Ada dua jenis pasir yang umum digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands). Karena komposisinya mudah diatur, pasir sinetik lebih disukai oleh banyak industri pengecoran.
Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan bebrapa factor penting seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh , pasir halus dan bulat akan menghasilkan permukaan produk yang mulus/halus. Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan pasir juga pengikat (bentonit atau clay/lempung) dan air. Ketiga Bahan tersebut diaduk dengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagi bahan pembuat cetakan.

2. Jenis Cetakan Pasir
Ada tiga jenis cetakan pasir yaitu green sand, cold-box dan no-bake mold. Cetakan yang banyak digunakan dan paling murah adalah jenis green sand mold (cetakan pasir basah). Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berati pasir cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu. Istilah lain dalam cetakan pasir adalah skin dried. Cetakan ini sebelum dituangkan logam cair terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau dikeringkan. Karena itu kekuatan cetakan ini meningkat dan mampu untuk diterapkan pada pengecoran produk-produk yang besar.
Dalam cetakan kotak dingin (box-cold-mold), pasir dicampur dengan pengikat yang terbuat dari bahan organik dan in-organik dengan tujuan lebih meningkatkan kekuatan cetakan. Akurasi dimensi lebih baik dari cetakan pasir basah dan sebagai konsekuensinya jenis cetakan ini lebih mahal.
Dalam cetakan yang tidak dikeringkan (no-bake mold), resin sintetik cair dicampurkan dengan pasir dan campuran itu akan mengeras pada temperatur kamar. Karena ikatan antar pasir terjadi tanpa adanya pemanasan maka seringkali cetakan ini disebut juga cold-setting processes. Selain diperlukan cetakan yang tinggi, beberapa sifat lain cetakan pasir yang perlu diperhatikan adalah permeabilitas cetakan (kemampuan untuk melakukan udara/gas).

3. Pola
Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat dibuat dari kayu, plastic/polimer atau logam. Pemilihan material pola tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor dan jenis proses pengecoran yang digunakan.
Jenis-jenis pola :
a. Pola tunggal (one pice pattern / solid pattern)
Biasanya digunakan untuk bentuk produk yang sederhana dan jumlah produk sedikit. Pola ini dibuat dari kayu dan tentunya tidak mahal.
b. Pola terpisah (spilt pattern)
Terdiri dari dua buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh rongga cetak dari masing-masing pola. Dengan pola ini, bentukproduk yang dapat dihasilkan rumit dari pola tunggal.
c. Match-piate pattern
Jenis ini popular yang digunakan di industri. Pola “terpasang jadi satu” dengan suatu bidang datar dimana dua buah pola atas dan bawah dipasang berlawanan arah pada suatu pelat datar. Jenis pola ini sering digunakan bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan dan dapat menghasilkan laju produksi yang tinggi untuk produk-produk kecil.

4. Inti
Untuk produk cor yang memiliki lubang/rongga seperti pada blok mesin kendaraan atau katup-katup biasanya diperlukan inti. Inti ditempatkan dalam rongga cetak sebelum penuangan untuk membentuk permukaan bagian dalam produk dan akan dibongkar setelah cetakan membeku dan dingin. Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas baik, tahan panas dan tidak mudah hancur (tidak rapuh).
Agar inti tidak mudah bergeser pada saat penuangan logam cair, diperlukan dudukan inti (core prints). Dudukan inti biasanya dibuatkan pada cetakan seperti pada gambar 8. pembuatan inti serupa dengan pembuatan cetakan pasir yaitu menggunakan no-bake, cold-box dan shell. Untuk membuat cetakan diperlukan pola sedangkan untuk membuat inti dibutuhkan kotak inti.

5. Operasi Pengecoran Cetakan Pasir
Operasi pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan tahapan proses perancangan produk cor, pembuatan pola dan inti, pembuatan cetakan, penuangan logam cair dan pembongkaran produk cor. Tahapan lebih rinci terlihat pada gambar Dibawah ini :

Setelah proses perancangan produk cor yang menghasilkan gambar teknik produk (a) dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya :
b. Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola atas (cope) yang sudah ada dudukan inti dipermukaan pelat datar tadi.
c. Seperti pada langkah c, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta sistem saluran.
d. Menyiapkan koak inti (untuk pembuatan inti)
e. Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah atau paroan inti)
f. Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak atas (cope) dan ditambahkan system saluran seperti saluran masuk dan saluran tambahan (riser). Selanjutnya diisi dengan pasir cetak.
g. Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system saluran dilepaskan dari cetakan
h. Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka cetak diatas pola dan pelat datar.
i. Setelah disi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari cetakan
j. Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag.
k. Cope dipasangkan pada drag dan dikunci kemudian dituangkan logam cair.
l. Setelah membeku dan dingin, cetakan dibongkar dan produk cor dibersihkan dari sisa-sisa pasir cetakan.
m. Sistem saluran dihilangkan dari produk cor dengan berbagai metoda dan produk cor siap untuk diperlakukan lebih lanjut.
Dalam teknik pengecoran logam fluiditas tidak diartikan sebagai kebalikan dari viskositas, akan tetapi berarti kemampuan logam cair untuk mengisi ruang-ruang dalam rongga cetak. Fluiditas tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan sifat-sifat fisik secara individu, karena besaran ini diperoleh dari pengujian yang merupakan karakteristik rata-rata dari bebrapa sifat-sifat fisik dari logam cair.

Dikutip dari:http://edizenni.blogspot.com

TEKNIK PENGELASAN LOGAM




Pengelasan atau istilah tekniknya adalah welding merupakan suatu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan serta dengan atau tanpa logam penambah sehingga menghasilkan sambungan yang kontinyu.

Adapun Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi meliputi :
Perpipaan, konstruksi baja, bejana tekan, pipa pejal, lempengan logam dan sejenisnya

Selain untuk pembuatan, proses pengelasan dapat juga dipergunakan untuk merepair/menyempurnakan, misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada proses pengecoran. Adapun fungsi lainnya yaitu membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-bagian yang sudah aus, dan macam –macam reparasi lainnya.

Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat lasdengan kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya.

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.

KLASIFIKASI METODE PENGELASAN & PEMOTONGAN
Metode Pengelasan
Dapat dibagi dua golongan, yaitu
a. Klasifikasi berdasarkan kerja; seperti : Las Cair, Las tekan, Las Patri dan sebagainya.
b. Klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan; seperti : las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya.

Berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :
1. Pengelasan cair, yaitu : cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api gas yang terbakar.
2. Pengelasan tekan, yaitu : cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu
3. Pematrian, yaitu : cara pengelasan diman sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.
Pemotongan
Pemotongan yang dimaksud adalah cara memotong logam yang didasarkan atas mencairkan logam yang dipotong. Cara yang banyak digunakan dalam pengelasan adalah pemotongan dengan gas oksigen dan pemotongan dengan busur listrik.

Dibawah ini klasifikasi dari cara pengelasan :
a) Pengelasan cair seperti :
- Las gas, Las listrik terak, Las listrik gas, Las listrik termis, Las listrik elektron, Las busur plasma
b) Pengelasan tekan seperti :
- Las resistensi listrik , Las titik, Las penampang, Las busur tekan, Las tekan, Las tumpul tekan, Las tekan gas, Las tempa, Las gesek, Las ledakan, Las induksi, Las ultrasonic
c) Las busur:
- Elektroda terumpan
d) Las busur gas
:
- Las m16 dan Las busur CO2
e) Las busur gas dan fluks
-Las busur CO2 dengan elektroda berisi fluks dan Las busur fluks
f) Las elektroda berisi fluks
-Las busur fluks, Las elektroda tertutup, Las busur dengan elektroda berisi fluks, Las busur terendam, Las busur tanpa pelindung, Elektroda tanpa terumpan
g)Las TIG atau las wolfram gas

LAS BUSUR LISTRIK
Las busur listrik termasuk suatu proses penyambungan logam dengan memakai tenaga listrik sebagai sumber panas. Jadi surnber panas pada las listrik ditimbulkan oleh busur api arus listrik, antara elektroda las dan benda kerja.
Jenis sambungan dengan las listrik ini merupakan sambungan tetap.
Penggolongan macam proses las listrik antara lain, ialah :

1. Las listrik dengan Elektroda Karbon, misalnya :
a. Las listrik dengan elektroda karbon tunggal
b. Las listrik dengan elektroda karbon ganda.
2. Las Listrik dengan Elektroda Logam, misalnya
a. Las listrik dengan elektroda berselaput
b. Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas)
c. Las listrik submerged.

Las Listrik TIG
Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas = Tungsten Gas Mulia) menggunakan elektroda wolfram yang bukan merupakan bahan tambah. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda wolfram dan bahan dasar merupakan sumber panas, untuk pengelasan. Titik cair elektroda wolfram sedemikian tingginya sampai 3410° C, sehingga tidak ikut mencair pada saat terjadi busur listrik.


Las Listrik Submerged
Las listrik submerged yang umumnya otomatis atau semi otomatis menggunakan fluksi serbuk untuk pelindung dari pengaruh udara luar. Busur listrik di antara ujung elektroda dan bahan dasar di dalam timnunan fluksi sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti biasanya pada las listrik lainya. Operator las tidak perlu menggunakan kaca pelindung mata (helm las).
Pada waktu pengelasan, fluksi serbuk akan mencir dan membeku dan menutup lapian las. Sebagian fluksi serbuk yang tidak mencair dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari terak-terak las.
Elektora yang merupakan kawat tampa selaput berbentuk gulungan (roll) digerakan maju oleh pasangan roda gigi yang diputar oleh motor listrik ean dapat diatur kecepatannya sesuai dengan kebutuhan pengelasan.


Las Listrik MIG
Seperti halnya pad alas listrik TIG, pad alas listrik MIG juga panas ditimbulkan oleh busur listrik antara dua electron dan bahan dasar.
Elektroda keluar melalui tangkai bersama-sama dengan gas pelindung.
Demikian uraian ringkas mengenai Teknik Pengelasan, semoga bermanfaat.

Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/engineering/2273831-teknik-pengelasan/#ixzzBcYEhgLWR

SEJARAH PENGECORAN LOGAM




a. Mencairkan Logam                               

Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian di biarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika
orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan.
Hal itu terjadi kira-kira tahun 4.000 SM, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui orang.

Awal penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari
emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan
menempa tembaga, hal itu di mungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam
dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang dapat menempanya.

Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya
mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan demikian untuk
pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit, umpamanya perabot
rumah, perhiasan atau hiasan makan. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu
suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik
cair tembaga.

Pengecoran perunggu dilakukan pertama di Mesopotamia kira-kira 3.000 tahun SM,
teknik ini di teruskan ke Asia Tengah, India, China. Penerusan ke China
kira-kira 2.000 tahun SM, dan dalam zaman China kuno semasa Yin, yaitu kira-kira
1.500-1.000 tahun SM. Pada masa itu tangki-tangki besar yang halus buatannya dibuat dengan jalan
pengecoran.

Sementara itu teknik pengecoran Mesopotamia di teruskan juga ke Eropa, dan
dalam tahun 1.500-1.400 SM, barang-barang seperti mata bajak, pedang, mata tombak,
perhiasan, tangki, dan perhiasan makan di buat di Spanyol, Swiss, Jerman, Ustria,
Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Perancis.

Teknik pengecoran perunggu di India dan China diteruskan ke Jepang dan Asia
Tenggara, sehingga di Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.

Penggunaan besi di mulai dengan penempaan, sama halnya dengan tembaga. Orang-orang Asiria
dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam tahun 2.800-2.700 tahun SM. Kemudian
di China dalam tahun 800-700 SM, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai
titik cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur beralas datar.

Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke negara-negara disekitar Laut Tengah, di Yunani,
600 tahun SM,arca-arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas
dibuat dengan jalan pengecoran. Di India di zaman itu, pengecoran besi kasar dilakukan dan di ekspor
ke Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar di lakukan
secara besar-besaran yaitu ketika Jerman dan Italia meningkatkan tanur beralas datar
yang primitip itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana pencairan dilakukan dengan
jalan meletakkan bijih besi dan arang batu berselang-seling. Produk-produk yang dihasilkan
pada waktu itu ialah : meriam, peluru meriam, tungku, pipa dan lain-lain.

Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair
yang didapat dari bijih besi, ke dalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan
kembali besi kasar seperti cara kita sekarang.

Kokas ditemukan di Inggris di abad 18, yang kemudian di Perancis diikhtiarkan
agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil
dalam usaha membuat coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang
ada sekarang, dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan
kira-kira sama dengan cara yang dilakukan orang sekarang.

Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun hanyalah sejak
H. Bessemer atau W. Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari
besi kasar, dan coran baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19.

Coran paduan alumunium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian dengan
elektrolisa ditemukan.
 Dikutip dari: http ://ksbforblog.blogspot.com

SEKILAS COR LOGAM CEPER


Di kabupaten Klaten terdapat industri pengecoran logam dengan kapasitas terpasang kurang lebih 150.000 ton per tahun atau 45% dari kapasitas nasional. Mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan perekonomian daerah. Bidang usaha sektor pengecoran logam bagi masyarakat Ceper merupakan bidang usaha keluarga yang sudah mendarah daging dan dilaksanakan turun menurun sejak nenek moyang. Perkembangan dan kemajuan  dicapai industri logam Ceper walau meningkat namun dibandingkan dengan industri di negara lain dirasakan masih jauh tertinggal. Untuk mewadahi perajin cor logam ini didirikan koperasi Batur Jaya yang telah beranggotakan 224 orang, dari jumlah ini yang aktif sebanyak 171 orang yang masih berproduksi. Salah satu penyebabnya adalah dalam proses produksinya masih sederhana yaitu dengan memakai dapur kupola dan dapur induksi yang menggunakan briket cocas lokal. Pasar yang difasilitasi oleh koperasi masih sebatas pada blok rem kereta api yang tidak lebih dari 5% kapasitas yang dikerjakan anggota. SDM yang heterogen mempunyai kendala untuk dapat diajak berkembang. Masalah bahan baku pada gram besi cor yang merupakan bahan dasar dipakai pada dapur induksi. Masalah energi juga belum selesai masih ditambah energi listrik yang menggunakan tarif beban puncak, sehingga perajin yang menggunakan dapur induksi untuk efisiensi harus menghitung ulang. Pengembangan divisi enginering baik casting, machining dan assembling sudah mulai dibangun dapur listrik namun saat ini belum dapat digunakan dengan maksimal. Kekuatan permodalan koperasi Batur menurut audit sangat liquid. Bila pengembangan produk berstandarisasi dalam kapasitas besar masih perlu tambahan modal. Koperasi sebagai wadah masyarakat Ceper yang notabene sebagian besar anggota sudah dapat merasakan adanya community development yang dilakukan koperasi.
Dikutip dari:http://lengser.wordpress.com